Sabtu, 25 November 2017

HAK CIPTA ALAT MUSIK ANGKLUNG

HAK CIPTA


Hak cipta adalah hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Hak cipta menurut undang undang nomor 19 tahun 2002. Dalam undang- undang tersebut, pengertian hak cipta adalah hak ekslusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau ciptaan, ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis. Dalam hal ini saya akan membahas tentang hak cipta alat musik angklung.
Angklung
Angklung adalah alat musik tradisional indonesia yang berasal dari tanah sunda, terbuat dari bambu, yang dibunyikan dengan cara digoyangkan ( bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa bambu ) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2,3 sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil. Laras ( nada ) alat musik angklung sebagai musik tradisi sunda kebanyakan adalah salendro dan pelog. Penggunaan alat musik ini pada awalnya adalah digunakan untuk upacara yang berhubungan dengan padi dengan tujuan menghormati Nyari Sri Pohaci- dewi padi pemberi kehidupan (hirup-hirup), yaitu mulai dari menanam padi di huma (ladang). Sesuai dengan perkembangan kesenian angklung digunakan untuk hiburan dan penyebaran agama islam. Bahan untuk membuat angklung sederhana yaitu bambu, meski tak bisa  sembarang bambu. Bambu yang digunakan adalah bambu hitam ( awi wulung ) dan bambu putih ( awi temen ).
Angklung didaftarkan sebagai nominasi warisan budaya tak benda ( intangible heritage ) asli indonesia, diajukan ke UNESCO pada bulan agustus tahun 2009, oleh belasan komunitas angklung yang tersebar mulai dari bandung, cirebon , bali hingga luar jawa. Hak cipta tentang angklung ini juga tertera pada undang-undang
No 19 tahun 2002 pasal 12 yang berisikan
(1) Dalam Undang-undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang mencakup:
a.  Buku, program komputer, pamflet, perwajahan ( Lay out ) karya tulis yang diterbitkan,dan semua hasil karya tulis lain;
b.   Ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis denga itu
c.    Alat peraga yang dibuat untuk untuk kepetingan pendidikan dan ilmu pengetahuan ;
d.   Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
e.    Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
f.    Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan;
g.    Arsitektur;
h.    Peta;
i.      Seni batik;
j.      Fotografi;
k.    Sinematografi;

l. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.

Sumber Referensi :
http://hukumbisnis5.blogspot.co.id/2014/05/hak-cipta-terhadap-alat-musik-angklung.html 
http://computerssmaintenance.blogspot.co.id/2013/04/hak-paten-berdasarkan-undang-undang.html 

Minggu, 29 Oktober 2017

Contoh studi kasus dalam penerapan ISO 9001:2008

DAMPAK PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001:2008 TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI SMKN 2 KLATEN

Penelitian ini di fokuskan terhadap penerapan standar teknik dengan menggunakan ISO 9001: 2008 yang digunakan untuk aktivitas pelayanan sekolah yang meliputi pelayanan admistrasi sekolah, pelayanan pembelajaran guru dan pelayanan pembelajaran bengkel.
Penelitian ini dilakukan smkn 2 klaten pada bulan juli 2014 sampai agustus 2014. Penelitian ini menggunakan metode pendektan kuantitatif, karena data yang didapatkan berbentuk angka-angka yang akan dianalisis dengan teknik statistika. Berdasarkan tingkat expalanasinya, penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif karena bertujuan untuk mengambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya diiringi dengan interprestasi rasional
Dalam penelitian ini terdapat 3 variabel, variabel itu antara lain adalah kualitas pelayanan admistrasi sekolah , kualitas pembelajaran aktivitas dan kualitas pelayanan di bengkel. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh warga smk negeri 2 klaten yang berjumlah 1597 siswa mengigat banyaknya maka dalam penelitian ini diambil 286 siswa smk tingkat II sebagai sample  karena siswa tingkat II lebih pengetahuan dalam memberikan keterangan sedangkan siswa kelas I belum memahami keadaan pelayanan di sekolah. Penentuan sample dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling
Teknik dalam pengumpulan data dalam penelitian ini mengunakan metode angket/kuesioner dan dokumentasi dan dalam analisi data dalam penelitian ini menggunakan deskriptif.
Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini berdasarkan hasil analisis deskriptif maka disimpulkan bahwa:
  1. Kualitas pelayanan admistrasi sekolah di smk negeri 2 klaten dalam kategori cukup puas sebesar 55,24% merupakan presentase yang paling besar.
  2. Kualitas pembelajaran guru smk negeri 2 klaten pada kategori cukup puas sebesar 49,65% merupakan presentase paling besar 
  3. Kualitas pelayanan bengkel di smk negeri 2 klaten pada ketegori cukup puas sebesar 48,25 % merupakan presentase yang paling besar
     
Sumber referensi :  

Senin, 09 Mei 2016

Kasus pelanggaran hak merek

1.      kasus pertama
Kasus Pemalsuan Brand Adidas
Adidas Jakarta - Merek adidas Holder AG menang di Central kasus Pengadilan Negeri Jakarta terkait pelanggaran khasnya 3-STRIP. Kemenangan ini bukan kali pertama bagi adidas di Indonesia dalam kasus serupa. Pada 4 Mei 2012 adidas mendapatkan perlakuan vonis Penghentian paksa dan uang serta biaya pengadilan Zul Achyar BH Bustaman terdakwa dalam pelanggaran merek dagang 3-STRIP di Indonesia. Tidak ada kasus terdaftar. 111/Merek/2011/PN.Niaga.Jkt.Pst. Adidas partai mengajukan gugatan ini berdasarkan UU merek No. 15/2001, yang didasarkan pada ketentuan Pelanggaran Merek, khususnya atas penggunaan yang tidak sah dari merek dagang yang menyerupai menyebabkan kebingungan. Hal ini disampaikan oleh pengacara adidas Juliane Sari Manurung dari Suryomurcito & Co mengatakan dalam sebuah pernyataan, yang diterima detikFinance, Kamis (2012/06/21) "Dasar dari hal ini adalah garis / strip untuk sepatu yang terlihat sangat mirip dengan 3-STRIP merek dagang Tergugat dimiliki oleh Adidas dan konsumen akan mudah tertipu oleh mereka. Merek Dagang Hukum di Indonesia untuk melindungi hal semacam ini, sejalan dengan internasional peraturan seperti Perjanjian WTO. adidas Kursus akan mengambil tindakan hukum untuk melindungi hak-hak dan Pengadilan Niaga telah membuat keputusan yang tepat, "katanya. Merek adidas 3-STRIP terdaftar tidak hanya di Indonesia tetapi juga telah diakui sebagai merek terkenal dalam kasus lain di Indonesia. Misalnya dalam kasus No. 13/Merek/2010/PN.JKT.PST antara adidas melawan Kim Sung Soo di Pengadilan Niaga Jakarta, keputusan tanggal 14 Juni 2010 serta di banyak negara lain di luar negeri. Sidang pertama Merek Gugatan Pelanggaran yang diselenggarakan pada tanggal 5 Januari 2012 dan keputusan itu dibacakan di Pengadilan Niaga Jakarta pada tanggal 4 Mei 2012. Majelis hakim yang diketuai oleh Dr Sudharmawatiningsih SH, MH Seperti diketahui adidas didirikan pada tahun 1949, merek-3 STRIP telah digunakan sejak tahun 1949. Adidas produk telah diproduksi dan dijual secara luas di seluruh Indonesia. adidas juga telah memenangkan kasus serupa untuk melindungi merek dari 3-STRIPnya di berbagai negara di seluruh dunia, termasuk Amerika Serikat, Jerman, Perancis, Italia, Spanyol, Belgia, Yunani dan Cina.

Analisis :

Menurut saya dalam kasus ini seharusnya pemerintah dan penegak hukum harus lebih tegas kepada oknum oknum yang sengaja memalsukan hak merek suatu hanya untuk keuntungan pribadi. dan para pelaku juga harus mendapatkan hukuman yang pantas agar mereka tidak lagi melakukan hal tersebut. Setiap perusahaan juga harus berhati-hati dan waspada agar merek dari produk yang dihasilkan tidak dapat di gunakan oleh perusahaan lain dan setiap perusahaan juga harus memastikan apakah merek yang di gunakan telah digunakan oleh perusahaan lain atau tidak, agar tidak terjadi konflik antar perusahaan, karena bila nama perushaan telah tercoreng dimata konsumen maka  akan kurangnya rasa percaya dan keiingan dari konsumen untuk tidak menggunakan produk dari perusahaan tersebut.

2.      Kasus kedua
Oskadon vs Oskangin
Oskadon merupakan salah satu obat sakit kepala yang sudah cukup lama beredar di Indonesia. Masyarakat Indonesia pun sudah tidak asing lagi jika mendengar merek obat sakit kepala yang satu ini. Slogan “Oskadon Memang Oye!” ternyata bukan hanya suatu slogan kosong belaka. Hal ini terbukti saat Oskadon mengajukan gugatan ke pengadilan. Merek obat sakit kepala ini ternyata tidak terkalahkan melawan obat sejenis dengan merek Oskangin. Oskadon telah menggugat merek Oskangin di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Hasilnya hakim mengabulkan permohonan tersebut serta memerintahkan Oskangin mencabut nama tersebut.
Ketua majelis hakim Marsudin Nainggolan dalam sidang di PN Jakpus mengabulkan permohonan penggugat dan membatalkan merek Oskangin. Menurut majelis hakim, berdasarkan bukti merek Oskadon telah dipromosikan secara besar-besaran sudah sejak lama. Sedangkan Oskangin baru terdaftar sejak 1 Juli 2010. Majelis juga beralasan membatalkan merek Oskangin karena merek tersebut mengandung unsur kata ‘Oska’ yang mendominasi unsur kata Oskadon. Menurut ketua majelis hakim Marsudin Nainggolan, Oskangin telah mendaftarkan merek Oskangin dengan berniat membonceng ketenaran merek Oskadon. Selain itu, kata ‘Oska’ telah digunakan sebagai merek Oskadon terlebih dahulu dibanding Oskangin. Hakim juga melihat secara visual antara kedua merek tersebut memiliki persamaan pada pokoknya. Menurut ketua majelis hakim Marsudin Nainggolan, tergugat terbukti memiliki itikad tidak baik karena mempunyai persamaan pada pokoknya.
Menanggapi putusan ini, kuasa hukum Oskadon Nur Hatimah mengaku senang. Sebab putusan hakim seperti yang diharapkan oleh kliennya. Sementara kuasa hukum Oskangin, Irawan Adnan mengaku kecewa dan akan mengajukan kasasi.

Analisis kasus:
Berdasarkan kasus tersebut, diketahui bahwa jenis produk dari kedua merek yang memiliki sengketa sama-sama merupakan obat sakit kepala. Penggunaan kata “Oska” pada merek obat sakit kepala Oskangin memang sangat mirip dengan merek Oskadon. Kesamaan-kesamaan seperti ini memang mengindikasikan adanya itikad tidak baik dari pihak Oskangin karena cenderung menjiplak atau meniru merek Oskadon yang sudah terlebih dahulu dikenal oleh masyarakat luas.
Pembatalan merek Oskangin oleh majelis hakim memang sudah merupakan keputusan yang tepat. Hal ini dilakukan dengan dasar sebab yang jelas baik dari aspek perizinan dan tampilan visualnya. Merek Oskadon telah terlebih dahulu terdaftar sebagai merek dagang yang sah dan dilindungi Undang-Undang, dalam hal ini Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001. Sedangkan Oskangin baru terdaftar pada tahun 2010. Oskangin diduga memiliki maksud tidak baik dengan memakai unsur kata “Oska”, yaitu memanfaatkan popularitas dari merek Oskadon demi memudahkan promosi agar lebih cepat mendapat tempat di hati masyarakat Indonesia. Namun, masyarakat yang cerdas tentu dapat menilai originalitas dari kedua merek tersebut. Merek manakah yang meniru (plagiat) dan merek manakah yang ditiru.

3.      Kasus ketiga
Kasus Pelanggaran Merek Dagang Budha Bar
Buddha   Bar   adalah   salah   satu   contoh   Merek   Dagang   yang   bertaraf Internasional yang dilindungi oleh Konvensi Perancis. Buddha Bar merupakan merek dagang dari Perancis yang dimiliki oleh George V Restaurant. Dengan perkembangan zaman  dan  perkembangan  perlindungan  hukum  maka  terdapat  yang  dinamakan dengan  lisensi  yang  digunakan  untuk  memperluas  usahanya,  dan  sekarang  ini perluasaan usaha tidak hanya dilakukan di dalam negeri saja tetapi juga di luar negeri. Indonesia adalah salah satu negara penerima lisensi merek dagang Buddha Bar.
Mengerucut  pada  penggunaan merek  dagang  Buddha  Bar,  berdasarkan. Hukum diatas dan juga para ahli hukum maupun pebisnis di Indonesia berpandangan bahwa penggunaan lisensi merek dagang dari Buddha Bar yang berasal dari Prancis secara yuridis tidak menyalahi hukum perdagangan Internasional. Sebab PT Nireta Vista Creative pengelola dari Buddha Bar di Indonesia telah mendapatkan lisensi dari pemilik merek dagang Buddha Bar itu yaitu George V. Restaurant dari Prancis sebagai pemegang merek dagang Buddha Bar di Indonesia.
Selain itu Buddha Bar juga telah memiliki  legalitas  Hukum  di  Indonesia  karena  telah  mendaftarkan  merek  dagang tersebut ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Dan telah terdaftar sebagai merek dagang di Indonesia pada tanggal 16 Januari 2009. Sertifikat restoran Buddha-Bar terdaftar di Indonesia telah dikeluarkan dengan nomor IDM000189681 di kelas jasa Kelas 43 untuk jenis restoran. Bahkan, sejak pendaftaran merek dagang Buddha Bar diajukan pada tanggal 18 Juli. 2007, penggunaan nama Buddha-Bar tidak mendapat sanggahan dari pihak mana pun.
Buddha Bar ini merupakan usaha dalam bidang jasa Restorant, di dalamnya tidak ada kegiatan untuk suatu pelecehan ataupun penodaan suatu agama tertentu  dalam  hal  ini  adalah  agama  Buddha.  Penggunaan  nama  merek dagang Buddha Bar ini telah bersifat universal tidak mengarah atau memfokuskan pada satu arti pada agama yang ada di Indonesia.
Hal ini juga dapat dilihat dengan banyaknya usaha restaurant yang menggunakan nama, istilah dan simbol-simbol Buddha baik itu usaha dalam   negeri maupun usaha yang ada di Internasional. Sehingga penggunaan Merek Dagang Buddha Bar tidaklah benar jika dikatakan sebagai suatu bentuk penodaaan salah satu agama dan melanggar hukum yang ada di Indonesia.

Penyelesaian Sengketa yang Dilakukan Atas Penarikan Merek Dagang Buddha Bar oleh Ditjen HKI di Indonesia
1. Jalur Non Litigasi
Dalam kasus pemanfaatan merek dagang Buddha Bar ini telah dilakukan mediasi dimana pihaknya yaitu PT. Nireta Vista Creative dan Forum Anti Buddha Bar dimana Dirjen HKI sebagai pihak mediatornya. Dalam pertemuan ini memberikan hasil kepada Direktorat Jenderal HKI untuk menarik sertifikat merek dagang Buddha Bar yang ada di Indonesia. Karena merek dagang Buddha Bar ini memicu keresahan masyarakat yang dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat banyak dalam kehidupan bermasyarakat.
Dalam hal ini PT. Nireta Vista Creative selaku wakil dari George V Entertainmen pemilik dari merek dagang Buddha Bar ini harus menerima penarikan sertifikat merek dagang Buddha Bar yang ada di Indonesia. Sehingga dengan adanya penarikan merek dagang tersebut fungsi dan manfaat dari merek dagang Buddha Bar ini tidak dapat digunakan secara maksimal. Tetapi PT. Nireta Vista Creative masih tetap dapat menggunakan merek dagang tersebut akan tetapi tidak mempunyai legalitas hukum seperti merek dagang yang didaftarkan pada umunya. Sehingga penggunaan mediasi ini tidak menggunakan penyelesaian win- win solution melainkan salah satu pihak harus menerima kesepakatan yang ada pada pertemuan mediasi ini. Dimana penarikan sertifikat merek dagang Buddha Bar ini dilakukan oleh Direktorat Jenderal HKI pada tanggal 15 April 2009, melalui suratnya No. HKI 4.HI.06.03-68 oleh Direktorat Merek mencabut sertifikat merek dagang Buddha Bar. sehingga setelah tanggal tersebut PT. Nireta Vista Creative sudah tidak mendapatkan perlindungan hukum.
2. Jalur Litigasi
Penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi ini membuka peluang untuk mengajukan sengketa supaya dapat diperiksa secara perdata, pidana maupun administratif. Di samping kedua alternatif tersebut pemilik hak merek dapat mengajukan permohonan penetapan sementara yang diatur di dalam Undang- Undang merek. Dalam hal ini Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual mendapat gugatan dari Pihak Pemilik Merek dagang Buddha Bar dalam hal ini George V. Entertainment dalam Pengadilan TUN mengenai penarikan merek dagang Buddha Bar yang telah terdaftar.
Dengan adanya cara- cara yang dapat ditempuh melalui jalur normatif ini maka merujuk pada kasus Buddha Bar, dengan menggunakan tiga sarana penyelesaian sengketa admintratif, namun dalam pemanfaatan merek dagang Buddha Bar dimaksud, perlu juga memerhatikan kewenangan masing- masing sarana litigatif pemanfaatan merek dagang Buddha bar. Berdasarkan Pasal 29 ayat (2) Undang- Undang Merek, komisi banding hanya diperuntukkan untuk menyelesaikan sengketa adminstratif bidang merek, khususnya yang berkaitan dengan permohonan banding karena adanya penolakan permintaan pendaftaran merek. Dengan menggunakan dasar Pasal 33 Undang- Undang Merek lebih ditegaskan lagi bahwa sengketa dalam hal sengketa administratif merek yang berkaitan dengan penolakan permohonan perndaftaran jenis merek Hak Kekayaan Intelektual yang lain tidak dikenal adanya komisi banding. Padahal pemanfaatan merek Buddha Bar dimaksud sudah terjadi pendaftaran pada Dirjen HKI baru kemudian muncul sengketa. Dengan demikian komisi banding dalam Undang- Undang Merek tidak dapat digunakan untuk solusi ligitatif dalam kasus pemanfaatan merek dagang Buddha Bar.

Analisis Kasus:
Dalam kasus ini, penggunaan lisensi merek dagang dari Buddha Bar yang berasal dari Prancis secara yuridis tidak menyalahi hukum perdagangan Internasional. Sebab PT Nireta Vista Creative pengelola dari Buddha Bar di Indonesia telah mendapatkan lisensi dari pemilik merek dagang Buddha Bar itu yaitu George V. Restaurant dari Prancis sebagai pemegang merek dagang Buddha Bar di Indonesia. Selain itu Buddha Bar juga telah memiliki  legalitas  Hukum  di  Indonesia  karena  telah  mendaftarkan  merek  dagang tersebut ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Sehingga penggunaan Merek Dagang Buddha Bar tidaklah benar jika dikatakan sebagai suatu bentuk penodaaan salah satu agama dan melanggar hukum yang ada di Indonesia.
Dalam kasus pemanfaatan merek dagang Buddha Bar ini telah dilakukan mediasi dimana pihaknya yaitu PT. Nireta Vista Creative dan Forum Anti Buddha Bar dimana Dirjen HKI sebagai pihak mediatornya. Dalam pertemuan ini memberikan hasil kepada Direktorat Jenderal HKI untuk menarik sertifikat merek dagang Buddha Bar yang ada di Indonesia. Karena merek dagang Buddha Bar ini memicu keresahan masyarakat yang dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat banyak dalam kehidupan bermasyarakat.

Sumber Referensi:
http://marieffauzi.wordpress.com/2013/05/31/analisis-kasus-pembatalan-merek-dagang-buddha-bar-di-indonesia/
http://id.shvoong.com/law-and-politics/international-law/2141036-pengertian-merek-dagang/#ixzz2Vym9K9E        
sumber : www.finance.detik.com Make


Senin, 11 April 2016

Kasus Hak Paten


Kasus Pertama

Google dan Facebook Kalah di Kasus Hak Paten
Hakim Kevin Castel di Manhattan mengatakan bahwa Wireless Inc Corp, penyedia layanan Winksite, terus mengejar klaim pelanggaran hak paten Oktober 2009 pada Google Buzz dan Facebook Mobile.
Hak paten ini menyangkut metode untuk membantu pengguna ponsel awam menciptakan situs web mobile yang bisa dilihat pengguna ponsel lain. Wireless Ink mencari bukti pelanggaran, kompensasi serta perusahaan yang terjadi akibat pelanggaran ini.
Pengacara Wireless Ink Jeremy Pitcock, Facebook dan Google tak segera memberi komentar mengenai hal ini. Menurut gugatan yang dan diajukan Desember lalu, aplikasi Wireless Ink yang disebut hak paten 983 menjadi hak paten publik pada Januari 2004. Hal ini terjadi tiga tahun sebelum situs jejaring sosial paling populer di dunia, Facebook, meluncurkan situs mobile pertamanya.
Untuk Google, hal ini terjadi enam tahun sebelum raksasa mesin pencari itu meluncurkan Buzz guna menyaingi Facebook. Wireless Ink memaparkan bahwa dua perusahaan yang kaya sumber daya, cerdas hak paten serta berteknologi maju ini tak menyadari hak paten 983. Hal ini semata-mata karena ketidakpedulian yang disengaja pihak terdakwa. Winksite memiliki lebih dari 75 ribu pengguna terdaftar. Sementara itu, Facebook Mobile telah memiliki puluhan juta pengguna, dan Google mengatakan, puluhan juta orang telah mendaftar Buzz pada dua hari pertama layanan itu dirilis.
Dalam putusannya, Castel mengatakan, Wireless Ink tidak mengungkapkan fakta-fakta yang tak konsisten dengan adanya klaim yang layak. Selain itu, ia juga menolak naik banding untuk membatalkan gugatan gak paten Wireless Ink itu.
analisis kasus tersebut  menurut saya seharusnya pihak dari google dan facebook jika ingin menggunakan metode yang sudah ada dalam penggunaan sistem baru mereka seharusnya membayar royalty kepada pembuat metode tersebut agar tidak ada yang merasa dirugikan satu sama lain. dan kasus ini facebook dan google melanggar hak paten seseorang yang tercantum dalam undang-undang nomor 14 tahun 2001 pasal 131 yaitu :
BAB XV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 130
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak Pemegang Paten dengan melakukan salah satu tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 131
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak Pemegang Paten Sederhana dengan melakukan salah satu tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).


kasus Kedua

Hak Paten Mesin Motor Bajaj Ditolak di Indonesia

Motor Bajaj merupakan salah satu produk sepeda motor yang dikenal di kalangan masyarakat Indonesia, bahkan desain yang dihasilkan menarik dan terlihat elegan. Namun, tidak disangka hak paten teknologi mesin motor kebanggaan masyarakat India ini menjadi masalah di Indonesia.
Bajaj Auto Limited sebagai produsen motor Bajaj menggugat Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM). Sebab, permohonan paten untuk sistem mesin pembakaran dalam dengan prinsip empat langkah ditolak dengan alasan sudah dipatenkan terlebih dahulu oleh Honda Giken Kogyo Kabushiki Kaisha.
 Kuasa hukum perusahaan Bajaj pun meminta agar hakim pengadilan membatalkan atas penolakan permohonan terhadap kasus tersebut. Kasus tersebut bermula ketika Ditjen Haki menolak permohonan pendaftaran paten Bajaj pada 30 Desember 2009 dengan alasan ketidakbaruan dan tidak mengandung langkah inventif. Atas penolakan tersebut, Bajaj Auto mengajukan banding ke Komisi Banding Paten. Namun Komisi Banding dalam putusannya pada 27 Desember 2010 sependapat dengan Direktorat Paten sehingga kembali menolak pendaftaran paten tersebut. Hal tersebut dikarenakan prinsip motor Bajaj merupakan prinsip yang masih baru berkembang.
              Kesaksian dalam sidang tersebut, satu silinder jelas berbeda dengan dua silinder. Untuk konfigurasi busi tidak menutup kemungkinan ada klaim yang baru terutama dalam silinder dengan karakter lain. Namun, kebaruannya adalah ukuran ruang yang kecil. Dimana harus ada busi dengan jumlah yang sama. Keunggulan dari Bajaj ini adalah bensin yang irit dan memiliki emisi yang ramah lingkungan.
             Ditjen HAKI punya catatan tersendiri sehingga menolak permohonan paten ini, yaitu sistem ini telah dipatenkan di Amerika Serikat atas nama Honda Giken Kogyo Kabushiki Kaisha dengan penemu Minoru Matsuda pada 1985. Lantas oleh Honda didaftarkan di Indonesia pada 28 April 2006. Namun dalih ini dimentahkan oleh Bajaj, karena telah mendapatkan hak paten sebelumnya dari produsen negara aslanya, yaitu India.
Menurut saya, Dari kasus diatas dapat dianalisa bahwa perusahaan Bajaj dimungkinkan kurang jeli dalam masalah penggunaan mesin yang aman digunakan untuk konsumen. Walaupun kenyataannya menurut perusahaan Bajaj tersebut menolak atas tuntutan yang diajukan oleh Ditjen HAKI. Sebaiknya jika terbukti bersalah sebaiknya sesegera mungkin diberi solusi untuk perbaikan mesin tersebut agar tidak terjadi masalah seperti pencabutan penjualan dan lainnya. Namun jika pernyataan berbanding terbalik dari tuduhan awal, sebaiknya perusahaan tersebut menunjukkan bukti fisik yang kuat dan tidak berdiam untuk enggan berkomentar, karena pada asalnya dari negara produsen awal tidak terjadi masalah pada pemesinan tersebut. Semoga kedepannya tidak terjadi pelanggaran hak paten khususnya bidang industri, dan sebaiknya pencipta suatu teknologi wajib mematenkan hasil karyanya agar tidak terjadi permasalahan yang menyebabkan merugi dan menurunkan image dari perusahaan yang bersangkutan. Dalam kasus tercantum dalam uud nomor 14 tahun 2001  yaitu pasal 27 dan 28
Pasal 27
(1)   Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas sebagaimana diatur dalam Paris Convention for theProtection of Industrial Property harus diajukan paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan Paten yang pertama kali diterima di negara mana pun yang juga ikut serta dalam konvensi tersebut atau yang menjadi anggota Agreement Establishing the World Trade Organization.
(2)   Dengan tetap memperhatikan ketentuan dalam Undang-undang ini mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam Permohonan, Permohonan dengan Hak Prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilengkapi dokumen prioritas yang disahkan oleh pejabat yang berwenang di negara yang bersangkutan paling lama 16 (enam belas) bulan terhitung sejak tanggal prioritas.
(3)   Apabila syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak dipenuhi, Permohonan tidak dapat diajukan dengan menggunakan Hak Prioritas.
Pasal 28
(1)   Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 berlaku secara mutatis mutandis terhadap Permohonan yang menggunakan Hak Prioritas.
(2)   Direktorat Jenderal dapat meminta agar Permohonan yang diajukan dengan menggunakan Hak Prioritas tersebut dilengkapi:
  1. salinan sah surat-surat yang berkaitan dengan hasil
  2. pemeriksaan substantif yang dilakukan terhadap permohonan Paten yang pertama kali di  luarnegeri; salinan sah dokumen Paten yang telah diberikan sehubungan dengan permohonan Paten yang pertama kali di luar negeri;
  3. salinan sah keputusan mengenai penolakan atas permohonan Paten yang pertama kali di luar negeri bilamana permohonan Paten tersebut ditolak;
  4. salinan sah keputusan pembatalan Paten yang bersangkutan yang pernah dikeluarkan di luar negeri bilamana Paten tersebut pernah dibatalkan;
  5. dokumen lain yang diperlukan untuk mempermudah penilaian bahwa Invensi yang dimintakan Paten memang merupakan Invensi baru dan benar-benar mengandung langkah inventif serta dapat diterapkan dalam industri.
(3)   Penyampaian salinan dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat disertai tambahan penjelasan secara terpisah oleh Pemohon.

kasus Ketiga

Samsung vs Ericsson

Perusahaan jaringan telekomunikasi Ericsson akhirnya menuntut Samsung Electronics ke pengadilan dengan tuduhan melanggar hak paten. Keputusan ini diambil Ericsson setelah kedua perusahaan gagal mencapai kata sepakat dalam perundingan yang telah berjalan dua tahun terakhir. 
"Kami sudah bernegosiasi dengan susah payah dan lama untuk mencapai kesepakatan dengan Samsung," kata Kasim Alfalahi, Kepala Intelektual Property Ericsson. "Kami menggugat sebagai langkah terakhir. Gugatan ini terkait penggunaan teknologi jaringan nirkabel."
Gugatan ini menambah "musuh" Samsung, yang sebelumnya telah digugat Apple Inc dalam kasus pelanggaran intelektual properti telepon seluler iPhone. Apple juga menambahkan gugatan kepada Samsung dengan memasukkan enam ponsel lainnya, selain Galaxy SIII. 
Pada putusan tingkat pertama, Pengadilan Distrik San Jose memenangkan Apple dengan sanksi sebanyak sekitar US$ 1,05 miliar (sekitar Rp 9,9 triliun). Samsung mengajukan kasasi dan melakukan gugatan balik terhadap Apple. Saat ini, proses persidangan lanjutan Apple versus Samsung masih dalam tahap dokumentasi dan baru akan digelar Maret tahun depan.
Dalam kasus Samsung versus Ericsson, juru bicara perusahaan asal Korea Selatan itu mengatakan kesepakatan tidak tercapai terkait besaran royalti yang harus dibayarkan. "Ericsson meminta harga lebih tinggi untuk portofolio paten yang sama," kata juru bicara Samsung.
Itu sebabnya, Samsung akan meladeni jalur hukum ini. Menurut Samsung, kesepakatan kedua perusahaan seharusnya mengacu pada prinsip fair, reasonable, dan nondiscriminatory(FRAND). Artinya, paten yang sama harus dikenakan harga yang sama kepada pihak yang berbeda. 
Ericsson berpotensi meraup ganti rugi dalam nilai besar jika pengadilan memenangkan gugatannya. Menurut perusahaan ini, ada ratusan juta piranti buatan Samsung yang tidak menggunakan teknologi milik Ericsson.
Analisis dari kasus di atas  adalah Hak paten menawarkan perlindungan bagi para penemu bahwa penemuan mereka tidak dapat digunakan, didistribusikan, dijual, dihasilkan secara komersial, diimpor, dieksploitasi, dll tanpa persetujuan dari pemilik sekarang. Ini merupakan satu bentuk monopoli yang diberikan negara kepada seorang pemohon hak dengan imbalan pengungkapan informasi teknis mereka. Pemiliki paten memegang hak khusus untuk mengawasi cara pemanfaatan paten penemuan mereka untuk jangka waktu 20 tahun. Untuk menegakan hak, pengadilan yang bertindak untuk menghentikan suatu pelanggaran hak paten. Jika ada pihak ketiga, yang berhasil membuktikan ketidaksahihan suatu paten, pengadilan dapat memutuskan bahwa paten yang diterima adalah tidak sah. Dalam kasus ini Samsung melanggar uud nomor 14 tahun 2001 pasal 130 dan 131

Kasus keempat

Pertarungan antara Apple vs Samsung

Baru-baru ini, pertarungan hak paten antara Samsung dengan Apple di pengadilan nampaknya semakin meluas. Terlebih setelah pernyataan terbaru dari perusahaan yang didirikan oleh Steve Jobs tersebut. Apple mengatakan bahwa pemicu dari banyaknya pertikaian paten yang melibatkan Apple tak lain dan tak bukan adalah OS Android. Di pasaran saat ini banyak sekali beredar smartphone yang berbasis Sistem Operasi Android dan ditengarai banyak meniru produk keluaran Apple.
Dilihat dari pihak Samsung sendiri, perusahaan yang berbasis di Cupertino tersebut telah menyiapkan dokumen sebanyak 67 halaman sebagai bukti untuk melawan argumen-argumen yang dikeluarkan oleh musuhnya tersebut. Namun, dokumen-dokumen tersebut ternyata tidak hanya melibatkan Samsung sebagai pihak tertuduh pelanggaran hak paten. Beberapa produsen Android lain pun termasuk di dalamnya.
“Apple telah mengidentifikasi lusinan contoh dimana Android digunakan atau menjadi pemicu perusahaan lain untuk memakai teknologi yang telah dipatenkan Apple,” tulis sebuah kalimat dalam dokumen tersebut. Dokumen tersebut sebenarnya telah diperlihatkan kepada Samsung pada Agustus 2010.
Namun ada yang menarik di balik perang paten tersebut, ternyata ada hubungan mesra dalam bisnis hardware  di antara keduanya. Perlu diketahui, bahwa Apple merupakan pelanggan terbesar Samsung. Beberapa perangkat penting iPad dan iPhone, diproduksi oleh Samsung.
Selain itu, Apple membeli panel LCD, flash memory, dan prosesor dari Samsung. Keputusan perang paten di AS, sedikit banyak akan mempengaruhi hubungan bisnis jangka panjang antara kedua perusahaan  menginta semakin rumitnay kasus tersebut bergulir dan belum adanya titik temu diantara kedua belah pihak yang berseteru.
Analisis dari kasus tersebut adalah seharusnya Hak khusus pemegang paten untuk melaksanakan temuannya secara perusahaan atas patennya baik secara sendiri maupun dengan memberikan persetujuan atau ijin atau lisensi kepada orang lain, yaitu: membuat, menjual, menyewakan, menyerahkan, memakai, menyediakan, untuk dijual atau disewakan atau diserahkan hasil produksi yang diberi paten. Hak ini bersifat eksklusif, dalam arti hak yang hanya bisa dijalankan oleh orang yang memegang hak paten, orang lain dilarang melaksanakannya tanpa persetujuan pemegang paten.

SUMBER  REFERENSI: