Ham yang ditegakkan
( Tema: Pelapisan sosial dan Kesamaan derajat )
Kasus
pelanggaran HAM selalu menjadi perhatian masyarakat. Bahkan semua yang
melanggar kebebasan seseorang dinilai melanggar HAM. Kondisi
ini mengingatkan pada mencuatnya isu kebebasan dan hak
hak dasar manusia yang pernah menjadi ikon
kosmologi pada abad ke-18.
Pada
masa itu hak-hak dasar tidak hanya dipandang sebagai kewajiban yang harus
dihormati penguasa. Tetapi, juga hak yang mutlak dimiliki oleh rakyat. HAM
merupakan seperangkat hak yang melekat pada manusia sebagai makhluk Tuhan dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi
oleh, Negara, Hukum, Pemerintah dan setiap orang. Bahkan pada abad 18 muncul
kredo (pernyataan kepercayaan) tiap manusia dikaruniakan hak-hak yang kekal.
HAM
merupakan hak yang tidak dapat dicabut dan yang tidak pernah di tinggalkan
ketika umat manusia beralih memasuki era baru dari kehidupan pramodern ke
kehidupan modern. Betapa ham telah mendapat tempat khusus di
tengah-tengah perkembangan kehidupan manusia mulai
abad 18 sampai sekarang.
Negara
wajib melindungi dan menjunjung tinggi HAM karena masyarakat telah menyerahkan
sebagian hak-haknya kepada negara untuk dijadikan hukum (Teori Kontrak Sosial).
Negara memiliki hak membuat hukum dan menjatuhkan hukuman atas pelanggaran HAM.
Negara, pemerintah atau organisasi apapun berkewajiban untuk mengakui dan
melindungi hak asasi manusia pada setiap manusia tanpa terkecuali. Ini berarti
bahwa HAM harus selalu menjadi titik tolak dan tujuan dalam penyelenggaraan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Dalam
penjelasan umum Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (HAM)
yang menyatakan bahwa sejarah bangsa Indonesia hingga kini mencatat
berbagai penderitaan, kesengsaraan dan kesenjangan sosial, yang disebabkan oleh
perilaku yang tidak adil dan diskriminatif atas dasar etnis, ras, warna, kulit,
budaya, bahasa, agama, golongan, jenis kelamin, dan status sosial yang lain.
Perilaku tidak adil dan diskriminatif tersebut merupakan pelanggaran hak asasi
manusia. baik yang bersifat vertikal (dilakukan oleh aparat negara
terhadap warga negara atau sebaliknya) maupun horizontal (antar warga
negara sendiri) dan tidak sedikit yang masuk kategori pelanggaran hak asasi
manusia yang berat (grossviolation of human rights).
Kewajiban
menghormati hak asasi manusia tercermin dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menjiwai keseluruhan pasal
dalam batang tubuhnya, terutama yang berkaitan dengan persamaan kedudukan warga
negara dalam hukum dan pemerintahan, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan tulisan, kebebasan memeluk agama dan untuk beribadat sesuai
dengan agama dan kepercayaannya itu, serta hak untuk memperoleh pendidikan dan
pengajaran dan tersurat dalam Pasal 28A sampai Pasal 28J Undang-Undang Dasar
1945 yang yang mengatur tentang hak asasi manusia.
Kasus – kasus
pelanggaran HAM pada periode 1998 – 2011, diantaranya :
- Kasus
Semanggi I dan II, Trisakti ( Tahun 1998 ),
- Kasus
Poso ( Tahun 1998 ),
- Kasus
Ambon ( Tahun 1999 ),
- Kasus
Sampit ( Tahun 2001 ),
- Kasus
Ahmadiyah ( Tahun 2007 – 2008 ),
- Kasus
pelarangan pendirian rumah ibadah Ahmadiyah ( 2009 – 2010 ),
- Kasus
Prita Mulyasari ( Tahun 2010 – 2011 ).
Namun
demikian dalam era reformasi ini telah berhasil disusun instrumen-instrumen
penegakan HAM. Diantaranya amandemen UUD 1945 yang kemudian memasukkan HAM
dalam Bab tersendiri dengan pasal-pasal yang menyebutkan HAM secara lebih
detail. Selain amandemen UUD 1945 juga ditetapkannya Ketetapan MPR RI No.
XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
yang menugaskan kepada lembaga lembaga tinggi negara dan seluruh aparatur
pemerintah untuk menghormati, menegakkan dan menyebarluaskan pemahaman
mengenai HAM kepada seluruh masyarakat.
UUD
1945 juga menugaskan kepada Presiden RI dan DPR RI untuk meratifikasi berbagai
instrumen PBB tentang HAM sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD
45 dan diudangkannya Undang Undang RI No 09 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan Undang Undang RI No 39 Tahun
1999 Tentang Hak Asasi Manusia serta memperkuat posisi Komnas HAM yang
dibentuk sebelumnya. Berdasarkan Keppres. No 50 Tahun 1993 Tentang Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia, serta diundangkannya Undang Undang RI No 26
Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Peran Serta Masyarakat
Penegakan HAM di negara
kita tidak akan berhasil jika hanya mengandalkan tindakan dari pemerintah.
Peran serta lembaga independen dan masyarakat sangat diperlukan. Upaya
penegakan hak asasi manusia ini akan memberikan hasil yang maksimal manakala
didukung oleh semua pihak. Usaha yang dilakukan Komnas HAM tidak akan efektif
apabila tidak ada dukungan dari masyarakat.
Sebagai contoh, Komnas
HAM telah bertekad untuk memaksimalkan pelayanan kepada masyarakat dengan
membuka kotak pengaduan dari masyarakat. Tekad dan usaha ini tidak akan
berhasil apabila masyarakat enggan atau memilih diam terhadap berbagai praktik
pelanggaran HAM. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat untuk bersama-sama
mengupayakan penegakan HAM sangat dibutuhkan.
Bentuk-bentuk
partisipasi masyarakat dapat diwujudkan melalui hal-hal berikut:
- Menyampaikan
laporan atau pengaduan atas terjadinya pelanggaran hak asasi manusia
kepada Komnas HAM atau lembaga berwenang lainnya.
- Masyarakat
juga dapat berpartisipasi dalam bentuk usulan mengenai perumusan kebijakan
yang berkaitan dengan hak asasi manusia kepada Komnas HAM atau lembaga
terkait lainnya.
- Masyarakat
juga dapat bekerja sama dengan Komnas HAM untuk meneliti, memberi
pendidikan, dan meyebarluaskan informasi mengenai HAM pada segenap lapisan
masyarakat.
Peran masyarakat
terhadap upaya penegakan HAM, misalnya muncul berbagai aktivis dan advokasi LSM
(Lembaga Swadaya Masyarakat). Para aktivis dapat mengontrol atau mengkritisi
kebijakan pemerintah yang rawan terhadap pelanggaran HAM. Mereka juga dapat
mendata kasus-kasus pelanggaran HAM dan melakukan pembelaan atau pendampingan.
LSM tersebut bisa menangani berbagai masalah, misalnya masalah kesehatan
masyarakat, korupsi, demokrasi, pendidikan, kemiskinan, lingkungan, penegakan
hukum.
Kehadiran LSM-LSM ini
dapat menjadi kekuatan penyeimbang sekaligus pengontrol langkah-langkah
pemerintah dalam pelaksanaan HAM di Indonesia, Namun kiranya penegakan HAM juga
harus mencermati kepentingan nasional, artinya tidak sekedar menjadi alat
kepentingan asing, sementara disisi lain terdapat negara asing yang mensponsori
berbagai Lembaga Non Pemerintah (LSM) untuk menegakan HAM terhadap beberapa
isu, tetapi negara sponsor tersebut juga melakukan pelanggaran HAM terhadap
negara lainnya atau terhadap warga negaranya sendiri dengan menerapkan standar
ganda, untuk itu mari kita semua membangun iklim negara Indonesia yang
demokratis, yang menghormati HAM yang didasari oleh kepentingan nasional kita
dalam rangka mencapai Indonesia yang kita cita-citakan.
Sumber referensi : https://arifashkaf.wordpress.com/2015/03/15/pengertian-hak-asasi-manusia-dan-beberapa-kasusnya-tugas-softskill/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar