Di Indonesia, seseorang
dengan mudah dapat memfotokopi sebuah buku, padahal dalam buku tersebut melekat
hak cipta yang dimiliki oleh pengarang atau orang yang ditunjuk oleh pengarang
sehingga apabila kegiatan fotokopi dilakukan dan tanpa memperoleh izin dari
pemegang hak cipta maka dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak cipta. Lain
lagi dengan kegiatan penyewaan buku di taman bacaan, masyarakat dan pengelola
taman bacaan tidak sadar bahwa kegiatan penyewaan buku semacam ini merupakan
bentuk pelanggaran hak cipta. Apalagi saat ini bisnis taman bacaan saat ini
tumbuh subur dibeberapa kota di Indonesia, termasuk Yogyakarta. Di Yogyakarta
dapat dengan mudah ditemukan taman bacaan yang menyediakan berbagai terbitan
untuk disewakan kepada masyarakat yang membutuhkan. Kedua contoh tersebut
merupakan contoh kecil dari praktek pelanggaran hak cipta yang sering dilakukan
oleh masyarakat dan masyarakat tidak menyadari bahwa tindakan yang mereka
lakukan adalah bentuk dari pelanggaran hak cipta.
Padahal jika praktek seperti
ini diteruskan maka akan membunuh kreatifitas pengarang. Pengarang akan enggan
untuk menulis karena hasil karyanya selalu dibajak sehingga dia merasa
dirugikan baik secara moril maupun materil. Pengarang atau penulis mungkin akan
memilih profesi lain yang lebih menghasilkan. Selain itu kurang tegasnya
penegakan hak cipta dapat memotivasi kegiatan plagiasi di Indonesia. Kita tentu
pernah mendengar gelar kesarjanaan seseorang dicopot karena meniru tugas akhir
karya orang lain.
Mendarah dagingnya
kegiatan pelanggaran hak cipta di Indonesia menyebabkan berbagai lembaga
pendidikan dan pemerintah terkadang tidak sadar telah melakukan kegiatan
pelanggaran hak cipta. Padahal, seharusnya berbagai lembaga pemerintah tersebut
memberikan teladan dalam hal penghormatan terhadap hak cipta. Contoh konkritnya
adalah perpustakaan, lembaga ini sebenarnya rentan akan pelanggaran hak cipta
apabila tidak paham mengenai konsep hak cipta itu sendiri. Plagiasi,
digitalisasi koleksi dan layanan fotokopi merupakan topik-topik yang
bersinggungan di hak cipta. Akan tetapi selain rentan dengan pelanggaran hak
cipta justru lembaga ini dapat dijadikan sebagai media sosialisasi hak cipta
sehingga dapat menimalkan tingkat pelanggaran hak cipta di Indonesia.
Perpustakaan menghimpun
dan melayankan berbagai bentuk karya yang dilindungi hak ciptanya. Buku,
jurnal, majalah, ceramah, pidato, peta, foto, tugas akhir, gambar adalah
sebagai format koleksi perpustakaan yang didalamnya melekat hak cipta. Dengan
demikian maka perpustakaan sebenarnya sangat erat hubungannya dengan hak cipta.
Bagaimana, tidak di dalam berbagai koleksi yang dimiliki perpustakaan melekat
hak cipta yang perlu dihormati dan dijaga oleh perpustakaan. Jika tidak
berhati-hati atau memiliki rambu-rambu yang jelas dalam pelayanan perpustakaan
justru perpustakaan dapat menyuburkan praktek pelanggaran hak cipta.
Untuk itu dalam
melayankan berbagai koleksi yang dimiliki perpustakaan, maka perpustakaan perlu
berhati-hati agar layanan yang diberikannya kepada masyarakat bukan merupakan
salah satu bentuk praktek pelanggaran hak cipta. Dan idealnya perpustakaan
dapat dijadikan sebagai teladan dalam penegakan hak cipta dan sosialisasi
tentang hak cipta.
Layanan fotokopi, digitalisasi koleksi serta
maraknya plagiasi karya tulis merupakan isu serta layanan perpustakaan yang
terkait dengan hak cipta. Perpustakaan perlu memberikan pembatasan yang jelas
mengenai layanan fotokopi sehingga layanan ini tidak dikategorikan sebagai
bentuk pelanggaran hak cipta. Dalam kegiatan digitalisasi koleksi, perpustakaan
juga perlu berhati-hati agar kegiatan yang dilakukan tidak melanggar hak cipta
pengarang. Selain itu perpustakaan juga perlu menangani plagiasi karya tulis
dengan berbagai strategi jitu dan bukan dengan cara proteksi koleksi tersebut
sehingga tidak dapat diakses oleh pengguna perpustakaan.
UU yang dilanggar dan sanksi:
Bentuk pelanggaran hak cipta pada kasus di atas
adalah dengan sengaja mengumumkan atau memperbanyak ciptaan pencipta atau
pemegang hak cipta dan tanpa izin menyewakan ciptaan tersebut untuk kepentingan
yang bersifat komersial. Pelanggaran hak cipta ini melanggar pasal 2 ayat (1)
dan (2) UU No. 19 Tahun 2002, disebutkan bahwa bagi mereka yang dengan sengaja
atau tanpa hak melanggar hak cipta orang lain dapat dikenakan pidana penjara
paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00
(satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah), sesuai dengan
ketentuan pidana pasal 72 ayat (1) UU yang sama.
Dari kasus tersebut bisa dilihat kurangnya pemahaman masyarakat terhadap
hak cipta membuat banyak masyarakat melakukan pelanggaran-pelanggaran
mengenai hak cipta. Maka dari itu, seharusnya pemerintah memberikan sosialisasi
dengan melakukan penyuluhan-penyuluhan dalam berbagai bentuk kepada masyarakat
mengenai hak cipta dan sanksi-sanksi yang didapat ketika hak
cipta
dilanggar dengan tujuan agar masyarakat lebih memahami akan pentingnya hak
cipta, lebih menghargai hasil karya orang lain, dan agar terciptanya kerjasama
antara masyarakat dengan pemerintah sehingga tidak terjadi pelanggaran lagi.
Pemerintah juga harus bertindak tegas untuk menghukum para pelaku yang terlibat
dalam kasus pelanggaran hak cipta.
Sumber Referensi
: -http://iroelshareblog.blogspot.co.id/2015/05/makalah-pelanggaran-hak-cipta.html
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt509b40da6ae66/ancaman-hukuman-bagi-pengunduh-film-bajakan